Rabu, 08 Februari 2012

aspek moral dalam novel sebelas patriot karya andrea hirata tinjauan: semiotik


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Sastra memiliki dua fungsi: dulce at utile. Konsep ini lalu di istilahkan oleh Wellek dan Werren (dalam Suwardi Endraswara, 2005:160) bahwa fungsi sastra adalah dedactic-heresy, yaitu menghibur sekaligus mengajarkan sesuatu. Karya sastra hendaknya membuat pembaca menikmati dan sekaligus ada sesuatu yang bisa dipetik. Selain itu, karya sastra hendaknya memiliki fungsi use dan gratifications (berguna dan memuaskan) pembaca, sehingga pembaca akan merasakan fungsi sastra dari karya sastra yang dikomsumsinya.
Dalam fungsi utile (makna), sastra sering tidak bebas nilai atau mengandung nilai tertentu, Sastra mengajarkan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan (edukatif-didaktis). Begitu juga tentang mengungkapkan tentang relasi perjumpaan personal antara manusia dengan Sang Pencipta (religious) dan termasuk juga nilai moral.
Seorang pengarang ketika menulis cerita, dia sadar atau tidak sebenarnya menuangkan nilai moral tertentu. Dengan kata lain bahwa hasil karya seseorang mempunyai makna tertentu dan memberikan tafsiran kepada pembaca.
Dalam konteks itu, karya sastra sebenarnya adalah medan pertarungan nilai moral yang dilakukan oleh para pengarang dengan pembaca, sehingga memungkinkan pembaca untuk memberi garis dan batasan tafsirnya sendiri. Pembaca menemukan pesan dan makna yang tersirat dari kata-kata dalam sebuah karya sastra.
Dalam sejarah sastra Indonesia, banyak ditemukan puisi atau prosa mengandung nilai moral tertentu. Contohnya adalah Novel Harimau!Harimau! karya Mochtar Lubis,  yang menggambarkan  manusia dalam keadaan tertekan atau terdesak tega berbuat apa saja demi keselamatan dirinya. Dalam kondisi seperti ini manusia sudah dikuasai oleh nafsu- nafsu jahat, seperti nafsu ingin menang sendiri, nafsu ingin memenuhi kepentingan sendiri dengan segala cara, nafsu untuk membunuh, dan nafsu untuk berbuat zalim. Dalam penggambaran itu terdapat nilai moral yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca.
Dewasa ini, muncul seorang pengarang muda yang terkenal dengan karya-karya novel inspiratif dan penuh nilai moral, yakni Andrea Hirata. Hingga sekarang telah terbit novel ciptaannya yaitu Sebelas Patriot yang menceritakan tentang keluguan, ketulusan, dan keikhlasan cinta antara Ikal dan Ayahnya, kemudian antara mereka dan sepak bola. Selain itu, Andrea Hirata juga dikenal sebagai penulis yang fenomenal. Hal inilah yang membuat peneliti yakin bahwa penelitian ini layak diangkat.
Di antara beberapa novel tersebut telah banyak dilakukan kajian pada novel yang tersohor dan biasa disebut masterpiece Andrea Hirata, seperti Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, dan  Maryamah Karpov tetapi untuk novel Sebelas Patriot belum banyak mendapat perhatian untuk dikaji, khususnya kajian yang fokus pada upaya mengungkapkan nilai moral dalam novel tersebut. Oleh sebab itu penulis ingin mengungkapkan aspek moral yang terdapat dalam novel tersebut dengan menggunakan tinjauan Semiotik.
Karya sastra sebagai hasil cipta manusia selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran hidup. Orang dapat mengetahui nilai- nilai hidup, susunan adat istiadat, suatu keyakinan, dan pandangan hidup orang lain atau masyarakat melalui karya sastra. Dengan hadirnya karya sastra yang membicarakan persoalan manusia, antara karya sastra dengan manusia memiliki hubungan yang tidak terpisahkan. Sastra dengan segala ekspresinya merupakan pencerminan dari kehidupan manusia. Adapun permasalahan manusia merupakan ilham bagi pengarang untuk mengungkapkan dirinya dengan media karya sastra. Hal ini dapat dikatakan bahwa tanpa kehadiran manusia, sastra mungkin tidak ada.
Memang sastra tidak terlepas dari manusia, baik manusia sebagai sastrawan maupun sebagai penikmat sastra. Mencermati hal tersebut, jelaslah manusia berperan sebagai pendukung yang sangat menentukan dalam kehidupan sastra.
Nurgiyantoro (1995: 3) menyatakan sebagai karya sastra imajiner, fiksi menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Pengarang menghayati berbagai permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian diungkapkan kembali melalui sarana fiksi sesuai pandangannya. Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya di lingkungan sesamanya. Fiksi merupakan hasil dialog, kontemplasi dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan, sehingga seorang pengarang akan mengajak pembaca memasuki pengalaman atau imajinasi melalui tokoh-tokoh dalam karya sastra. 
Karya sastra adalah satu wujud kreativitas manusia yang tergolong konvensi-konvensi yang berlaku bagi wujud ciptaanya. Namun keunikan karakteristik sastra pada suatu masyarakat, bahkan ciptaan sastra, membuat sastra memiliki sifat-sifat yang khusus (Jabrohim, 2002: 13).
Karya sastra adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni. Sastra merupakan segala sesuatu yang ditulis dan tercetak. Selain itu, karya sastra juga merupakan karya imajinatif yang dipandang lebih luas pengertiannya  daripada karya fiksi (Wellek dan Werren, 1995: 3 -  4). Sebagai hasil imajinatif, sastra berfungsi sebagai hiburan yang menyenangkan, juga guna menambah pengalaman batin bagi para pembacanya. Membicarakan yang memiliki sifat imajinatif, kita berhadapan dengan tiga jenis   (genre)  sastra, yaitu prosa, puisi, dan drama. Salah satu jenis prosa adalah novel.
Salah satu karya sastra yang mengandung nilai moral adalah novel Sebelas Patriot karya Andrea Hirata. Novel ini berisi tentang kisah anak manusia biasa yang mencoba berjuang untuk meraih sesuatu yang penting bagi dirinya. Tokoh Ikal mencerminkan seorang anak yang ingin mengembalikan kebahagiaan sang Ayah dengan menjadi pemain sepak bola. Banyak nilai moral yang dapat diambil dari tokoh Ikal maupun berbagai peristiwa dalam novel ini.    
Novel Sebelas Patriot ditulis oleh Andrea Hirata. Nama Andrea Hirata Seman Said Harun melejit seiring kesuksesan novel pertamanya, Laskar Pelangi yang menjadi best seller diangkat ke layar lebar oleh duo sineas Riri Riza dan Mira Lesmana. Beliau lebih dikenal dengan nama Andrea Hirata. Selain Laskar Pelangi, lulusan S1 Ekonomi Universitas Indonesia ini juga menulis Sang Pemimpi dan Edensor, serta Maryamah Karpov. Keempat novel tersebut tergabung dalam tetralogi (http//Biografi.Rumus.web.id/2010/10/Biografi-Andrea-Hirata.html).
Karya – karya Andrea Hirata menarik untuk diteliti karena karyanya yang sudah banyak dan juga mengandung banyak nilai seperti pada novel Sebelas Patriot. Novel Sebelas Patriot karya Andrea Hirata ini sangat menarik untuk diteliti karena banyak mengandung nilai–nilai moral, dan disajikan dengan cerita yang sederhana sehingga mudah dipahami. 
Sehubungan dengan hal di atas, maka akan diteliti aspek moral dalam novel Sebelas Patriot karya Andrea Hirata menggunakan tinjauan semiotik dengan judul “Aspek Moral dalam Novel Sebelas Patriot Karya Andrea Hirata: Tinjauan Semiotik”
.
B.   Batasan masalah 
Pembatasan masalah dalam penelitian ini mengarah pada upaya untuk mendeskripsikan unsur - unsur   stuktural yang membangun novel Sebelas Patriot karya Andrea Hirata yang meliputi tema, alur, penokohan dan latar. Selanjutnya mengungkap wujud dan makna aspek moral yang terdapat di dalamnya. 

C.   Rumusan masalah 
Permasalahan- permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Bagaimana struktur yang membangun novel Sebelas Patriot karya Andrea Hirata?
2.      Bagaimana wujud dan makna aspek moral dalam novel Sebelas Patriot karya Andrea hirata dengan tinjauan semiotik ? 

D.   Tujuan Penelitian 
Tujuan yang menjadi dasar dalam penelitian ini antara lain : 
1.      Mendeskripsikan unsur - unsur struktur yang membangun novel Sebelas Patriot karya Andrea Hirata
2.      Mendeskripsikan wujud dan makna aspek moral dalam novel Sebelas Patriot  karya Andrea Hirata tinjauan semiotik.

E.   Manfaat
Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu manfaat secara teoretis dan secara praktis. Adapun manfaat- manfaat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1.      Manfaat Teoretis
Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan keilmuan sastra Indonesia terutama dalam pengkajian novel dengan pendekatan semiotik.
2.      Manfaat Praktis
a.       Hasil penelitian ini dapat memperluas cakrawala apresiasi pembaca sastra   Indonesia terhadap aspek moral dalam sebuah novel. 
b.      Hasil penelitian ini dapat menambah referensi penelitian karya sastra di  Indonesia dan dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti sastra

F.    Sistematika Penulisan  
Penulisan skripsi ini disajikan dalam sistematika sebagai berikut : BAB I Pendahuluan, terdiri atas latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan judul, dan sistematika penulisan.
BAB II  Landasan Teori, toeri Struktural, teori Semiotik, dan Aspek Moral. Bab III Metode Penelitian yang terdiri atas : Objek penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.




BAB II
LANDASAN  TEORI

A.    Teori Struktural
Teori Struktural adalah anggapan bahwa di dalam dirinya sendiri karya sastra merupakan struktur yang otonom yang dapat dipahami sebagai suatu kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur pembangunnya yang saling terjalin (pradopo dkk dalam Jabrohim, 2002: 53)
Sebuah karya sastra, fiksi atau puisi, menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur (pembangun)-nya. Di satu pihak, struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995: 36).
Pendekatan strukturalisme dinamakan juga pendekatan objektif, yaitu pendekatan dalam penelitian sastra yang memusatkan perhatiannya pada otonomi sastra sebagai karya fiksi. Artinya, menyerahkan pemberian makna karya sastra terhadap eksistensi karya sastra itu sendiri tanpa mengaitkan unsur yang ada di luar struktur signifikasinya. Pendekatan ini dikembangkan oleh kaum Formalis Rusia dan aliran New Cfriticisn Amerika dengan istilah strukturalisme otonom atau strukturalisme murni (Pradopo, 1985: 2-3) ataupun strukturalisme A-Historis (Faruk, 1986: 69)(dalam Jabrohim, 2002: 93).

Karya sastra itu merupakan sebuah struktur yang unsure-unsurnya atau bagian-bagiannya saling terjalin erat. Dalam struktur itu unsur-unsur tidak mempunyai makna dengan sendirinya, maknanya ditentukan oleh saling hubungannya dengan unsur-unsur lainnya dan keseluruhan atau totalitasnya (Hawkes, 1978: 17-18) bahwa makna-makna unsur karya sastra itu dapat dipahami dan dinilai sepenuh-penuhnya atas dasar pemahaman terapat dan fungsi unsur itu dalam keseluruhan karya sastra. Antara unsur karya sastra itu koherensi atau pertautan erat; unsur-unsur itu tidak otonom, tetapi merupakan bagian dari situasi yang rumit, dari hubungannya dengan bagian lain unsur-unsur itu mendapatkan maknanya (Culier, 1977; 170-171). Analisis Struktural sukar dihindari sebab analisis demikian itu baru memungkinkan tercapainya pemahaman yang optimal (Teeuw, 193: 61) (dalam Jabrohim, 2002: 93).
Pada intinya teori strukturalisme beranggapan bahwa karya sastra itu merupakan struktur yang otonom yang dapat dipahami sebagai satu kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur pembangun yang saling terjalin.
Teori struktural diterapkan dalam penelitian ini, sebelum diterapkannya analisis secara semiotik. Untuk sampai pada semiotik, analisis struktural harus di ungkapkan terlebih dahulu.
Dalam menganalisis secara struktural, penelitian ini hanya membatasi pada tema, alur, perwatakan, dan latar atau setting yang ada pada novel Sebelas Patriot terkait dengan persoalan yang diangkat yaitu aspek moral dengan tinjauan semiotik.   

B.     Teori Semiotik 
Semiotik (semiotika) adalah ilmu tentang tanda- tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial / masyarakat dan  kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari sistem- sistem, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Dalam lapangan kritik sastra, penelitian semiotik meliputi analisis sastra sebagai penggunaan bahasa yang bergantung pada (sifat- sifat) yang menyebabkan bermacam- macam cara (modus) wacana mempunyai makna (Preminger, dkk dalam Jabrohim, 2003 : 43).
Dalam karya sastra, arti bahasa ditentukan oleh konvensi sastra atau disesuaikan  dengan konvensi sastra. Tentu saja, karya sastra karena bahannya bahasa yang sudah mempunyai sistem dan konvensi itu, tidaklah dapat lepas sama sekali dari sistem bahasa dan artinya. Sastra mempunyai konvensi sendiri di samping konvensi bahasa. Oleh karena itu, wajarlah bila oleh Preminger (1974: 981) konvensi karya sastra tersebut disebut konvensi tambahan, yaitu konvensi yang ditambahkan kepada konvensi bahasa. Untuk membedakan arti bahasa dan arti sastra dipergunakan istilah arti (meaning) untuk bahasa dan makna (significance) untuk arti sastra (Jabrohim, 2002: 69).
Karya sastra merupakan  karya seni yang mempergunakan  bahasa sebagai mediumnya. Bahasa sebagai medium karya sastra merupakan sistem semiotik atau ketandaan, yaitu sistem ketandaan yang memiliki arti.
Semiotik adalah ilmu tanda-tanda. Tanda mempunyai dua aspek yaiitu penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda adalah bentuk formalnya yang menandai sesuatu yang disebut petanda, sedangkan petanda adalah sesuatu yang ditandai oleh petanda itu yaitu artinya (Jabrohim, 2002: 68).
Dalam analisis Semiotik, Peirce (1839-1914) menawarkan sistem tanda yang harus diungkap. Menurut Peirce, ada tiga faktor yang menemukan adanya tanda, yaitu: tanda itu sendiri, hal yang ditandai, dan sebuah tanda baru yang terjadi dalam batin penerima tanda. Antara dan yang ditandai ada kaitan representasi (menghadirkan). Kedua tanda itu akan melahirkan interpretasi dibenak penerima. Hasil interprestasi ini merupakan tanda baru yang diciptakan oleh penerima pesan (Suwardi, 2011: 65).
Tanda itu tidak satu macam saja, tetapi ada beberapa berdasarkan hubungan antara penanda dan petandanya. Jenis-jenis tanda yang utama ialah ikon, indeks,dan symbol.
a.       Ikon adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan bersifat alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan itu adalah hubungan persamaan. Misalnya, gambar kuda sebagai penanda yang menandai kuda (petanda) sebagai artinya. Potret menandai orang yang dipotret, gambar pohon menandai pohon.
b.      Indeks adalah tanda yang menunjukkan hubungan kausal (sebab-akibat) antara penanda dan petandanya, misalnya asap menandai api, alat penanda angin menunjukkan arah angin, dan sebagainya.
c.       Symbol adalah tanda yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan alamiah antara penanda dan petandanya, hubungannya bersifat arbiter (semau-maunya). Arti tanda ditentukan oleh konvensi. “Ibu” adalah symbol, artinya ditentukan oleh konvensi masyarakat bahasa (Indonesia). Orang Inggris menyebutnya Mother, Perancis menyebutnya La mere, dan sebagainya. Adanya bermacam-macam tanda untuk satu arti itu menunjukkan  “kesemenaan-semenaan” tersebut. Dalam bahasa, tanda yang paling banyak digunakan adalah simbol (Jabrohim, 2002: 68).

Janus (1981: 17) mengemukakan bahwa semiotik itu merupakan lanjutan dari perkembangan strukturalisme, Strukturalisme itu tidak dapat dipisahkan dengan semiotik. Alasanya adalah karya sastra itu merupakan struktur tanda-tanda yang bermakna. Tanpa memperhatikan sistem tanda, tanda, maknanya, dan konvensi tanda, struktur karya sastra (karya sastra) tidak dapat dimengerti maknanya secara optimal(dalam Jabrohim, 2002: 67).
Semiotik merupakan ilmu tentang tanda yang mempelajari sistem-sistem dan konvensinya yang memungkinkan tanda tersebut mempunyai arti. Dalam karya sastra bahanya adalah bahasa, karena bahasa memiliki sistem dan konvensi yang tidak lepas dari sistem bahasa dan artinya.

C.    Aspek Moral
Secara umum Moral menyaran pada pengertian (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya ; akhlak, budi pekerti, susila (KBBI, 1994).
Moral dengan demikian dapat dipandang sebagai salah satu wujud tema dalam bentuk yang sederhana, namun tidak semua tema merupakan moral (Kenny, 1966: 89).
Moral dalam cerita, menurut Kenny (1966: 89), biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat di ambil (dan ditafsirkan) lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca.
Ia merupakan “petunjuk” yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Ia bersifat praktis sebab “petunjuk” itu dapat ditampilkan, atau ditemukan modelnya, dalam kehidupan nyata, sebagaimana model yang ditampilkan dalam cerita itu lewat sikap dan tingkah laku tokoh-tokohnya.
Istilah “moral” berasal dari kata “mos/mores” yang berarti kebiasaan. Ia mengacu pada sejumlah ajaran, wejangan, khotbahtentang bagaimana manusia seharusnya hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik (Nurani Soyomukti, 2011: 224).
Moralitas adalah masalah nilai personal yang memandu keputusan dan tindakan. Moralitas umumnya dipengaruhi oleh budaya, masyarakat, dan agama (Nurani Soyomukti, 2011: 224).
Teori yang mengatakan bahwa semua bentuk moralitas itu ditentukan oleh konvensi, bahwa semua bentuk moralitas itu adalah resultan dari kehendak seseorang yang semau-maunya memerintahkan atau melarang perbuatan tertentu tanpa mendasarkan atas sesuatu yang intrinsik dalam perbuatan manusia sendiri atau pada hakekat manusia dikenal sebagai aliran-aliran   positivisme  moral.  Disebut begitu karena, menurut aliran tersebut, semua moralitas bertumpu pada positif sebagai lawan hukum kodrat (Poespoprodjo dalam Biyantari, L.A.  Universitas Muhamaddiyah Surakarta, 2009: 19).
Dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Moral merupakan ajaran nilai kebaikan dan keburukan yang menjadi panduan manusia dalam bertindak dikehidupan bermasyarakat, sehingga manusia tetap hidup dalam aturan-aturan dan ketentuan yang telah disepakati bersama.













BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Metode Penelitian
Metode penelitian sastra adalah cara yang dipilih oleh peneliti dengan mempertimbangkan bentuk, isi, dan sifat sastra sebagai subjek kajian (Suwardi, 2011: 8).
Metode penelitian merupakan cara mencapai tujuan yakni untuk mencapai pokok permasalahan. Demikian halnya dengan penelitian terhadap karya sastra harus melalui metode yang tepat. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian kualitatif deskriptif artinya tidak berupa angka atau koefisien tentang hub ungan variabel (Aminuddin, 1990: 16). Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan berupa kutipan kata, kalimat, dan wacana dari novel Sebelas patriot karya Andrea Hirata dan permasalahan-permasalahannya dianalisis dengan menggunakan teori strukturalisme, serta teori semiotik.
Pengkajian ini bertujuan untuk mengungkap berbagai informasi kualitatif dengan pendeskripsian yang teliti dan penuh nuansa untuk menggambarkan secara cermat sifat- sifat suatu hal (individu/ kelompok), keadaan fenomena, dan tidak terbatas pada pengumpulan data melainkan meliputi analisis dan interprestasi (Sutopo dalam Biyantari, L.A.  Universitas Muhamaddiyah Surakarta, 2009: 19).


B.     Objek  Penelitian 
Objek penelitian adalah unsur yang sama- sama dengan sasaran penelitian yang membentuk data dan konteks data (Sudaryanto, 1988:  30).
Objek penelitian ini adalah aspek moral dalam novel   Sebelas Patriot dengan tinjauan semiotik.

C.    Data dan Sumber Data
Data adalah sumber semua informasi atau bahan mentah yang disediakan oleh alam yang harus dicari. Data merupakan bahan yang sesuai untuk memberi jawaban terhadap masalah yang dikaji (Subroto dalam Imron, 2003 :  34).
Sutopo (2002:  35 -  47) menyatakan data adalah bagian yang penting dalam bentuk penelitian. Oleh karena itu, berbagai hal yang merupakan bagian dari keseluruhan proses pengumpulan data harus benar- benar dipahami oleh setiap peneliti. Adapun data penelitian ini berupa data lunak (soft data)  yang berwujud kata, kalimat ungkapan yang terdapat dalam novel Sebelas Patriot .
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, dikelompokkan menjadi dua:
a.       Sumber  data primer adalah hal- hal yang langsung dipero leh dari sumber data oleh   penyelidik untuk keperluan penelitian (Surachmad,  1990: 130).
Dalam penelitian ini sumber primernya berupa teks novel      Sebelas Patriot  karya Andrea Hirata,  terbit pada bulan Juni 2011, cetakan pertama. Novel   Sebelas Patriot  terbit p, diterbitkan oleh PT Bentang Pustaka, anggota IKAPI, jumlah halaman 112.
b.      Sumber data sekunder adalah data yang terlebih dahulu dikumpulkan oleh  orang di luar penyidik, walaupun yang dikumpulkan itu sebenarnya data yang asli (Surachmad, 1990: 163). 
Dalam penelitian ini sumber  data sekundernya berupa makalah, buku-buku, dan artikel yang mempunyai relevansi untuk memperkuat argumentasi dan melengkapi hasil penelitian. 

D.    Teknik Pengumpulan Data
Menurut Subroto (1992  : 34) data adalah semua informasi atau bahan yang disediakan oleh alam (dalam arti luas) yang harus dicari atau dikumpulkan dan dipilih penulis. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa teknik pustaka, simak dan catat. Teknik pustaka adalah teknik penggunaan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data (dalam Biyantari, L.A.  Universitas Muhamaddiyah Surakarta, 2009: 21).
Teknik simak adalah suatu metode pemerolehan data yang dilakukan dengan cara menyimak suatu penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993:  133-35). Teknik simak dan teknik catat berarti peneliti sebagai instrument kunci melakukan penyimakan secara cermat, terarah, dan teliti terhadap sumber data primer yakni sasaran peneliti yang berupa teks novel      Sebelas Patriot!  memperoleh data yang di inginkan.
Hasil penyimakan kemudian dicatat sebagai sumber data. Dalam data yang dicatat itu disertakan kode sumber datanya untuk mengecek ulang terhadap sumber data ketika diperlukan dalam rangka analisis data (Subroto, 1992 : 42).

E.     Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data. Data dalam penelitian ini berupa kutipan-kutipan kata, kalimat, paragraf dalam novel  Sebelas Patriot  dengan tinjauan semiotik.
Teknik yang digunakan untuk menganalisis novel  Sebelas Patriot  dalam penelitian ini adalah metode pembacaan model semiotik yaitu pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik.  Pembacaan heuristik  merupakan pembacaan karya sastra pada sistem semiotik tingkat pertama. Sistem semiotik berupa pemahaman makna sebagaimana yang dikonvensikan oleh bahasa (yang bersangkutan). Jadi, bekal yang dibutuhkan adalah pengetahuan tentang sistem bahasa itu, kompetensi terhadap kode bahasa (Nurgiyantoro, 2002:33).
Hermeneutik, menurut Teeuw (1984: 123), adalah ilmu atau teknik memahami karya sastra dan ungkapan bahasa dalam arti yang lebih luas menurut maksudnya(dalam Nurgiyantoro, 2002:33).
Cara kerja hermeneutik untuk penafsiran karya sastra, menurut Teww (1984: 123) dilakukan dengan pemahaman keseluruhan berdasarkan unsur-unsurnya, dan sebaliknya, pemahaman unsur-unsur berdasarkan keseluruhannya (dalam Nurgiyantoro, 2002:34).
Hubungan antara  heuristik dan hermeneutik dapat dipandang sebagai hubungan yang bersifat gradasi, sebab kegiatan pembacaan dan kerja hermeutik yang oleh Riffaterre juga sebagai pembaca retroaktif yang memerlukan pembacaan berkali-kali dan kritis (Nurgiyantoro, 2002:  32).
Pembacaan heuristik dan hermeneutik merupakan dua metode yang digunakan dalam kajian semiotik karena keduanya mempunyai hunbungan yang saling melengkapi dengan tujuan untuk mencapai pemahaman makna secara optimal.









DAFTAR PUSTAKA
Hoed, Benny.H. 2011. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta: Komunitas Bambu
Jabrohim. 2002. Metodologi Penelitian Sastra. Jogjakarta: Hanindita Graha Widya
Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sastra. Jogjakarta: CAPS.
Soyomukti, Nurani. 2011. Pengantar Filsafat Umum. Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA
Nurgiyantoro, Burhan. 2002. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: GAJAH MADA UNIVERSITY PRESS
Teeuw. 1989. Sastra Indonesia Modern II. Jakarta: PT. DUNIA PUSTAKA JAYA Jakarta.
Sunardi, St. 2002.  Semiotika Negativa. Yogyakarta: Kanal, Tukangan DN II
M. Hariwijaya dan Bisri M. Djaelani. 2011. Panduan menyusun Skripsi dan Tesis. Yogyakarta: Siklus
Hirata, Andrea. 2011. Sebelas Patriot. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka
(http://etd.eprints.ums.ac.id/4443/1/A310050057.pdf), (di unduh tanggal 22 September 2011)
(http//Biografi.Rumus.web.id/2010/10/Biografi-Andrea-Hirata.html), (di unduh tanggal 19 September 2011)


















LAMPIRAN











Sinopsis           :  Sebelas Patriot
Penulis                        :  Andrea Hirata

Novel ini menceritakan tentang cinta seorang anak dan pengorbanan seorang Ayah dalam  menggapai mimpinya. Novel  ini mengisahkan seorang anak yang bernama ikal bermimpi untuk menjadi pemain sepak bola dan menjadi kebanggaan Ayahnya. Kecintaan Ikal pada bola berawal dari ketika ia menemukan album foto yang disembunyikan oleh orang tuanya. karena rasa penasaran itulah akhirnya Ikal tahu kenapa Ayahnya jalan terpincang-pincang, punggung penuh dengan luka  dan ia juga  tau akan kekejaman penjajahan pada saat itu.
Ternyata Ayahnya adalah satu dari tiga bersaudara yang sangat mencintai sepakbola yaitu si bungsu. Ayah Ikal yang berperan sebagai pemain sayap kiri. Kepiawaian mereka di lapangan sepakbola dianggap sebagai ancaman yang tidak main-main bagi Belanda, yang zaman itu menduduki Indonesia.
Van Holden, sebagai utusan VOC di Indonesia, memahami bahwa keberadaannya di negeri ini berkaitan juga dengan politisi utusan ratu Belanda. Setiap aspek, termasuk sepak bola, adalah politik dan ia akan menggunakannya untuk satu tujuan yaitu melanggengkan kedudukan Belanda di Indonesia. Lagipula selama ini tak ada yang berani mengalahkan tim sepakbola gabungan Belanda. Maka, kepopuleran tiga bersaudara itu dapat mengancamnya dari dua sisi. Simpati pada tiga bersaudara itu dapat berkembang menjadi lambang pemberontakan sekaligus mengancam kejayaan tim sepakbola Belanda. Mau tidak mau mereka harus dibungkam.
Demi untuk memuluskan tujuannya, Van Holden melakukan berbagai cara. Dari melarang ketiga saudara itu tampil dalam kompetisi sepak bola sampai mengurung dan memberlakukan hukuman kerja rodi kepada pelatih dan tiga bersaudara itu. Sekembali dari pulau buangan, tiga saudara kembali bekerja di parit tambang. Tak lama kemudian ada kompetisi bola antara tim Belanda melawan para kuli parit tambang. Sebelas pemain, sebelas patriot, termasuk di dalamnya tiga bersaudara kembali bermain.

Pertandingan itu dimenangkan oleh tim parit tambang dengan skor 1-0. Gol satu-satunya yang dicetak oleh si bungsu. Ribuan penonton menyerbu lapangan dan si bungsu, Ayah Ikal, seperti kebiasaannya setiap bermain, meneriakkan Indonesia! Indonesia!. Kalimat itu disambut oleh teriakan ribuan penonton lainnya. Indonesia! Indonesia! Teriakan penuh semangat yang membahana dan tanpa henti. Belanda berang mendengarnya.
Usai pertandingan pelatih dan tiga bersaudara diangkut ke tangsi. Mereka dikurung selama seminggu. Ayah Ikal pulang dengan tempurung kaki kiri yang hancur. Sejak saat itu ia tidak bisa bermain sepak bola lagi.
Kecintaan Ayah pada sepak bola dan PSSI, kemudian membuat Ikal bertekad untuk menjadi pemain sepakbola dan bergabung dengan tim PSSI.